Subject: Mengapa memilih Syaikh Al Albaani (2)
Mengapa memilih Syaikh Al Albaani??
b. Mengapa Kami Mengikuti Syaikh Nashiruddin dan tidak Mengikuti Imam-Imam Terdahulu???
Perkataan Syaikh Muhammad ‘Ied Abbaasi
Mungkin ada yang berkata:Kami akui Syaikh Nashiruddin adalah seorang alim muhaddits, namun yang jelas ilmu dan kedudukan beliau masih dibawah para imam mujtahid. Oleh sebab itu kalian tidak boleh meningglakan ijtihad para imam mujtahid dan mengambil ijtihad beliau!! Dan juga tidak boleh membantah dan menyalahkan imam mujtahid terdahulu!!!
Jawabnya:
Memang benar ilmu dan kedudukan beliau masih dibawah para imam mujatahid terdahulu. Beliau sendiri tidak mengaku seperti itu dan kami juga tidak menganggap beliau lebih alim dan lebih tinggi derajatnya daripada mereka. Akan tetapi tidak benar bila seseorang tidak dibolehkan mengoreksi orang yang lebih tinggi kedudukannya daripadanya atau menyelisihi dalam beberapa permasalahan. Barangsiapa mengatakan demikian hendaklah ia mendatangkan dalil !!!
Seorang penuntut ilmu pemula kadang kala dapat menemukan kesalahan dan kekeliruan ulama besar, karena tidak ada seorangpun yang terlepas dari kesalahan dan kekeliruan. Dan kita tidak boleh diam dari menjelaskan kebenaran. Kadang kala ada anak kecil yang menegur kesalahanmu, sementara engkau adalah orang dewasa. Dari dulu sampai sekarang para penuntut ilmu dan para peneliti terus memberika koreksi atas kitab-kitab ulama terdahulu. Bukanlah masalah bila ilmu dan pemahaman mereka jauh dibawah para ulama tersebut.
Sungguh tepat pernyataan Ustadz Ali Ath-Thanthawi ketika memberi kata pengantar koreksiannya atas kitab Shaidul Khathir (I/7): ”Aku mengoreksi kitab ini dengan menjelaskan kebenaran yang kuketahui. Meski sebenarnya aku tidak pantas menjadi murid dari murid beliau, betapa jauh kedudukanku bila dibandingkan dengan Ibnul Jauzi? Akan tetapi merupakan kewajiban apabila seorang anak mengetahui kebenaran dalam sebuah masalah ia berhak mengoreksi seorang syaikhul Islam sekalipun.”
Ilmu bukanlah monopoli bagi pihak-pihak tertentu saja, ilmu tidak terhalang bagi siapapun. Barangsiapa bersungguh-sungguh ia pasti mendapatkannya. Siapa yang istiqomah menempuh jalur ia pasti sampai.
Kemudian juga kondisi umum munculnya fiqh dan ahli fiqh, tidak memungkinkan bagi para imam untuk mengetahui kebenaran dalam setiap permasalahan. Karena mayoritas mereka muncul antara tahun 80H hingga 240H.Sementara hadits-hadits nabawi baru dikumpulkan setelah itu. Meski sebagian dari para imam tersebut ada yang turut menyalin hadits-hadits nabawi –bukan seluruhnya seperti yang diklaim oleh Al Buuthi dihalaman 58 dalam bukunya- , misalnya Abu Hanifah tidak turut serta dalam menyalin hadits.Pada saat itu penyalinan hadits masih sangat terbatas dan kurang. Lalu datanglah para ulama hadits seperti Al Bukhari, Muslim, Abu Daud, At Tirmidzi, ibnu Majah, Ad-Daarimi, Ibnu Hibban, al Hakim, Ibnu Khuzaimah, Abu Ya’la, Ad Daruquthni, Al Baihaqi, Ath Thobari, dan Al Bazzar. Para ulama hadits tersebut datang setelah mereka. Menyusul kemudian para ulama pensyarah hadits dan penulis kitab-kitab dalam berbagai disiplin ilmu,seperti syarah gharib hadits (syarah kata-kata asing dalam hadits), menjelaskan hadits shahih dan dha’if, nasikh dan mansukh, memecahkan beberapa permasalahan hadits dan lain sebagainya.
Semua itu selesai dirampungkan setelah zaman ke-4 Imam mazhab tersebut. Oleh karena itu sangat wajar bila orang-orang yang datang kemudian mengoreksi para imam dan alim ulama terdahulu.
Oleh sebab itu merupakan kesalahan fatal menganggap hukum-hukum yang telah diputuskan oleh para imam terdahulu tidak boleh diganggu gugat lagi dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Sama halnya merupakan kejahilan yang keji melarang orang-orang yang datang kemudian mengoreksi pendapat-pendapat imam-imam terdahulu. Karena ilmu laksana samudra yang luas tak bertepi. Bahkan ilmu akan terus menuju kesempurnaannya hari demi hari melalaui usaha dan kerja keras para ulama, yang mana orang-orang yang datang kemudian menyempurnakan dan membenahi apa yang telah dilakukan orang-orang terdahulu. Jika kita membatasi diri hanya mengambil dari ulama-ulama terdahulu saja tanpa melihat perkembangan terbaru, niscaya ilmu akan mati dan terkubur.
Itulah salah satu alasan kami memilih mengikuti Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albaani daripada ulama, mujtahid dan imam lainnya. Beliau sendiri telah mengambil pelajaran dari karya ulama-ulamatersebut. Beliau berhasil mengambil intisarinya sehingga pendapat beliau menjadi lebih tepat dan lebih benar. Meski seluruh keutamaan itu terpulang kepada ulama-ulama terdahulu yang telah menghidangkan kepada beliau intisari dari dalil-dalil dan penelitian-penelitian mereka. Semuanya telah disiapkan dan dimudahkan, semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan. Perkataan kami ini benar dan terarah, sejumlah ulama juga menyatakan seperti ini. Mereka lebih mengedaepankan ilmu Asy Syafi’i dan mazhab beliau, karena beliau telah menelaah mazhab Malik dan Abu Hanifah. Dan beliau telah mengambil pelajaran dari kedua imam tersebut dan mengambil intisarinya. Maka mazhab beliau adalah yang terbaru dan terbaik. Bukan berarti ijtihad atau tahqiq Syaikh Al Albaani adalah kata putus yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karena kema’shuman hanyalah milik Allah Subhanahu wa taala. Semua orang bisa diterima dan bisa ditolak perkataannya kecuali al Ma’shum Shalallahu alaihi wa sallam.
Muhammad Ied Abbasi
(Asy Syaibaani II/557)
Umar Abu Bakar
Judul :Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albany dalam Kenangan,penerjemah Ustadz Abu Ihsan hal 185-188 ,penerbit At Tibyan
0 komentar:
Posting Komentar